Sabtu, 02 November 2013

emas = dana darurat

Dalam perencanaan keuangan, kita kenal istilah Dana Darurat, yaitu sejumlah uang – mirip tabungan – yang disiapkan untuk menghadapi kondisi tak terduga. Yang termasuk dana darurat misalnya kebutuhan untuk menopang operasional keluarga ketika terkena musibah seperti bisnis yang bangkrut, musibah yang menimpa pencari penghasilan (misal : ayah) dan juga musibah karena bencana alam seperti banjir, yang ujungnya satu : musibah tersebut menghentikan kemampuan keluarga dalam memperoleh penghasilan. Singkatnya, dana darurat perlu menjadi bagian yang disiapkan dalam keuangan keluarga untuk mengatasi situasi dimana keluarga menemui kendala dalam menghidupi dirinya sendiri. Meski mirip, dana darurat berbeda dengan asuransi yang lebih bertujuan meng-cover resiko karena kematian, kecelakaan dan bencana alam dengan dana bulanan (premi) yang sifatnya ‘patungan’ antara pemegang polis. Selain itu, perbedaan lain adalah dana darurat dikelola sendiri sementara asuransi dananya dikelola pihak lain sehingga perlu klaim untuk pencairannya.
Seperti halnya banjir yang pertengahan Januari lalu menimpa sebagian besar wilayah Jakarta, jika impaknya sampai mengganggu keluarga dalam memperoleh penghasilan, maka di saat itulah dana darurat menjalankan fungsinya. Misalkan terjadi banjir yang menyebabkan korban cacat atau jiwa pada kepala keluarga yang menyebabkan keluarga kehilangan penghasilan. Atau jika banjir yang terjadi merusak toko untuk jualan dan sumber daya bisnis, disinilah dana darurat bekerja.
Untuk menyiapkan dana darurat, ada 3 hal yang harus diperhatikan :
1. Jumlah
Perencana keuangan menyarankan jumlah aman untuk dana darurat adalah 3 s.d 12 kali kebutuhan keluarga per bulan. Mengapa 3 s.d 12 kali? Karena angka itu adalah jangka waktu yang dianggap wajar untuk sebuah keluarga bangkit lagi (periode surviving) dari kondisi tak berpenghasilan menjadi kembali mendapatkan penghasilan. Jadi misalkan kebutuhan operasional keluarga dalam sebulan adalah Rp5.000.000, maka jumlah dana darurat yang tersedia harus berjumlah Rp15.000.000 s.d Rp60.000.000. Total kebutuhan operasional keluarga biasanya terdiri dari biaya transportasi, listrik, telekomunikasi, air, uang sekolah anak-anak, belanja untuk makan serta cicilan/ hutang.
2. Liquid
Dana darurat yang dimiliki keluarga sebaiknya berupa tabungan biasa yang dapat dicairkan kapan saja tanpa syarat. Produk deposito atau alokasi di reksadana tidak disarankan karena perlu tempo untuk liquidasi. Dana darurat juga bisa dirupakan aset, tapi yang juga liquid, misalnya logam mulia, seperti emas baik emas batangan maupun perhiasan dan juga perak. Selain menjaga nilai, logam mulia adalah aset yang paling mudah dicairkan setiap kali dibutuhkan. Untuk menjual atau pembiayaan dalam bentuk gadai, masyarakat tinggal mendatangi toko emas, pegadaian dan bank syariah yang saat ini sudah tersebar luas di tengah-tengah masyarakat.
3. Tersimpan aman
Dana darurat yang tersimpan juga sebaiknya tak mudah diakses sehingga terpakai kebutuhan lain-lain di keluarga, terutama untuk konsumsi. Dalam keluarga sebaiknya ada satu pihak yang bertanggung jawab atasnya, atau memiliki akses ke rekening dana darurat tersebut. Jika dirupakan aset seperti logam mulia, sebaiknya tersimpan dengan baik dan aman di brankas yang anti air dan anti api. Atau dititipkan di layanan bank yaitu Safe Deposit Box sehingga tersimpan aman serta bisa diambil lalu dicairkan kapan saja.
Untuk mencapai angka minimal dana darurat memang perlu kedisiplinan dan kesungguhan, dialokasikan dari 20% terhadap pendapatan bulanan bersamaan kebutuhan lain untuk investasi dan asuransi. Untuk kebutuhan masa depan, keluarga sebaiknya berinvestasi dan bukan menabung. Dan untuk tiga hal diatas, emas memenuhi syarat seluruhnya.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Efek Blog