Kamis, 31 Oktober 2013

meluruskan arti gadai

Gadai adalah praktik klasik. Di Indonesia bahkan telah ada lembaganya sebelum merdeka. Makna gadai adalah menjaminkan aset untuk mendapatkan pembiayaan. Berhutang dengan jaminan barang bergerak dengan beberapa pengecualian. Jadi fungsi gadai mirip agunan hutang. Dibulanding hutang konsumtif/ produktif, gadai bagi saya lebih simple & ‘terhormat’. Lebih ‘terhormat’ karena kita jaminkan aset. Lebih positif secara psikis karena kita terpacu menebusnya supaya aset kembali. Selain itu bisa menghindarkan masyarakat dari berhutang ribawi seperti terlilit rentenir atau berhutang KTA dengan bunga mencekik leher. Bahasa ‘gaul’ di masyarakat gadai = sekolah. Barangnya masuk gadai dulu biar pinter, ntar ditebus supaya lulus hehe. Dalam pemahaman masyarakat paling awam pun, mereka tahu bahwa konsekuensi gadai adalah ‘menebusnya di kemudian hari’ atau jika tidak maka ia kehilangannya.
Yang lazim jadi objek gadai semisal emas, jam tangan, alat elektronik (televisi, radio-tape/ CD player), motor dan mobil. Masyarakat kita menjadikannya solusi tunai cepat.
Gadai syariah disebut rahn. Ada yang disebut rahn ‘iqdar (tidak terjadi pemindahan barang) dan rahn hiyazi (terjadi pemindahan barang). Contoh rahn ‘iqdar adalah gadai motor: BPKB berpindah, tapi motornya tidak. BPKB sebagai bukti kepemilikan bukan lagi di pemilik asli, namun pemilik masih bisa memanfaatkan motornya untuk kegiatan sehari-hari.
Pada rahn, ada elemen sebagai bertikut :
  • Rahin (yang berhutang),
  • Murtahin (yang memberikan hutang),
  • Marhun (harta yang digadai )
  • Marhun bih (pembiayaan)
Gadai bagus untuk siapapun, terutama gadai emas karena cepat, liquid dan bisa ditebus nanti dengan nilai aset yang terjaga. Terutama gadai cocok untuk pebisnis, karena nilainya naik sehingga menjadi aset yang menguntungkan, prosesnya cepat untuk keperluan bisnis dan juga dapat ditebus kembali setelah dana tersedia. Berbeda dengan kredit, pembiayaan untuk gadai memang uncontrollable peruntukannya. Rahin berhak menggunakannya untuk apapun.
Motif gadai sebaiknya adalah adanya niatan menebusnya di kemudian hari. Itu sebab jika tak merasa mampu tebus, mending emas kita jual. Contoh kasus :
  1. Untuk membayar biaya sekolah anak sementara kita tahu ada bonus 3 bulan lagi turun dari kantor misalnya. Ini digadai saja, 3 belan lagi tebus emasnya menggunakan dana yang dari bonus tadi
  2. Berhaji, gadai atau jual? Jual saja. Karena pulang haji blm dipastikan dana untuk tebus. Apalagi sudah niat untuk nabung dr awal
  3. Perluasan usaha, jika dipredikis akan return 3 tahun lagi, mending dijual. Jika langsung return dibawah 1 tahun , silakan gadai karena akan segera ditebus. Mengapa? Karena dibawah 1 tahun, biaya gadai dan nilai emas yang akan ditebus masih reasonable.
Gadai untuk konsumtif tak salah. Biasanya meningkat saat musim ajaran baru. Untuk beli perlengkapan sekolah & biaya pendaftaran siswa. Gadai untuk usaha produktif lebih baik lagi karena bisa menggerakkan sektor riil, aset rahin juga tak hilang (bisa ditebus lagi).
Gadai emas bertingkat (gadai-beli-gadai-beli dan seterusnya) adalah ‘variasi baru’ yang kemudian dinamakan – misalnya – kebun emas atau angsa emas, memungkinkan untung juga beresiko rugi. Nasabah hendaknya sudah memahami ini. Menjadi unik, karena trend nilainya selalu naik sehingga bisa saja terjadi, biaya gadai ‘tertutupi’ oleh kenaikan harganya. Akan tetapi juga bisa terjadi, ketika harga emas turun, seandainya dijual di ujung periode, belum bisa menutupi biaya  gadainya.
Namun, gadai emas sekarang lebih ‘asli’. Sebelum Februari 2012 mungkin memicu nasabah berspekulasi, tapi edaran BI yang baru telah menutup hal ini. Gadai emas sekarang lebih tertata. Ibaratnya jika memang tidak sedang membutuhkan uang lewat pembiayaan, nasabah tak kan datang untuk gadai ke bank syariah.
Hal baru yang ‘diluruskan’ dalam ketentuan Bank Indonesia misalkan emasnya harus ada/ dimiliki terlebih dulu, kemudian maksimal pembiayaan Rp150.000.000, harga taksir lebih rendah (75%), dan maksimal periode setahun.
Dengan dikeluarkannya edaran BI yang baru tentang gadai maka cari untung dengan model gadai bertingkat spekulatif sudah usai. Kalau cari untung mending bisnis deh!
Bank Syariah, melalui servis gadai syariah/ rahn itu mendapatkan untung dari biaya pemeliharaan saja (admin+biaya simpan), tidak dari yang lain. Bank syariah tidak dapat untung dari transaksi emas, termasuk yang dilelang karena jatuh tempo, karena bank syariah bukanlah pedagang emas.
Mengacu fatwa DSN-MUI No 25/III/2002 tentang rahn, marhun memang bisa dijual bila jatuh tempo dengan lebih dahulu diingatkan oleh murtahin (dalam hal ini bank). Jika rahin tidak menebus emas nya atau tidak melakukan perpanjangan masa gadai (dengan akad dan konsekuensi baru) ketika telah jatuh tempo maka marhun akan dijual melalui lelang sesuai cara sesuai syariat.
Hasil penjualan emas oleh murtahin digunakan untuk menutup pembiayaan, biaya pemeliharaan, penyimpanan & admin penjualan. Jika ada kelebihan saat emas dilelang, setelah dikurangi biaya, bank syariah akan serahkan ke nasabah. Jika kurang, nasabah yang menanggung kekurangannya.
Klausul-klausul di atas hendaknya dipahami oleh nasabah yang akan menggadai. Bank syariah juga harus berikan edukasi yang lengkap biar fair. Kejadian2 terakhir dimana nasabah gadai merasa dirugikan adalah ekses sebelum Februari 2012 BI keluarkan aturan baru. Jadi dampak bawaan dari ketentuan lama yang kemudian harus tunduk dengan ketentuan baru. Dengan aturan ini gadai (terutama emas) akan menjadi solusi yang lebih adil untuk masyarakat. Mengapa ? Karena emas tersimpan aman, dana pembiayaan bisa digunakan untuk aktivitas produktif. Selain itu fleksibel (bisa perpanjang menyesuaikan kemampuan) dengan batasan-batasan & yang pasti tidak dikenai bunga atas pembiayaan
Masyarakat hendaknya terarah ketika menggadai, tidak gadai kecuali perlu, serta paham hak & kewajibannya. Kalo tujuannya kepemilikan emas, ikut layanan murabahah di banyak bank syariah. Cicilan tetap selama periode yang disepakati. Contohnya juga skema TEST di Nabung Emas

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Efek Blog