Salah satu ciri keputusan investasi yang emosional adalah kerelaan
meletakkan uang dalam jumlah besar, bahkan melepas aset atau lebih jauh
lagi berhutang demi mengejar iming-iming return dari sebuah investasi
semata. Padahal, di waktu lain untuk investasi yang aman ia tak bersedia
melakukan upaya sehebat itu.
Karena emosional maka jauh dari perhitungan. Akal sehat tak dikedepankan. Termasuk dalam menggunakan akal sehat dalam menilai investasi adalah memahami resiko yang mungkin muncul. Resiko itu meliputi :
Yang harus dipahami, dana yang dikelola adalah milik ribuan investor dan yang kedua : mereka tak pernah terbuka dana investor yang 20-25% itu dikelola dimana dengan resiko seperti apa. Itulah yang terjadi pada lembaga investasi “R” dan “G” yang kemudian kabur dan meninggakan investor yang gigit jari. Dalam investasi seperti ini, kegagalan atau kesalahan yang berkenaan dengan satu aspek atau investor akan merembet ke seluruhnya. Semua akan kena getahnya, baik disengaja maupun tidak oleh pengelola dana.
Padahal ini adalah gelombang kedua dari penipuan investasi berkedok emas. Bentuk lain dari investasi abal-abal. Di situasi Indonesia sekarang, makin maraknya tawaran investasi yang sebetulnya penipuan ini diduga disebabkan beberapa hal :
Karena emosional maka jauh dari perhitungan. Akal sehat tak dikedepankan. Termasuk dalam menggunakan akal sehat dalam menilai investasi adalah memahami resiko yang mungkin muncul. Resiko itu meliputi :
- Resiko bisnis atas usaha yang kita ikut serta di dalamnya. Setiap keikutsertaan kita dalam investasi, baik investasi di produk keuangan (financial/ paper investment), investasi di aset riil (seperti emas dan properti) apalagi di investasi di sektor riil (bisnis atau usaha) pasti memiliki resiko.
- Resiko pengelolaan usaha. Hal ini terkait dengan tata kelola perusahaan, prosedur dan keamanan operasional. Misal : ada investasi yang sangat aman dengan hasil sedang, tapi pengelolanya tak profesional bisa menimbulkan resiko kerugian besar
- Resiko moral dan reputasi pengelola dana. Ini faktor utama, yaitu tentang sifat amanah yang dimiliki oleh pengelola dana investasi, menyangkut moral dan etika. Bisnis yang menguntungkan, pengelolaan profesional namun individu pengelolanya tak takut hukum manusia dan Tuhan, maka dana bisa dibawa kabur
- Tawaran investasi berupa penyertaan saham di pertambangan emas
- Investasi emas dengan fisik emas yang dipalsukan, denga korban institusi besar seperti bank dan pegadaian
- Metode investasi emas dengan harga premium kemudian memberikan cashback seolah bagi hasil kepada investor
Yang harus dipahami, dana yang dikelola adalah milik ribuan investor dan yang kedua : mereka tak pernah terbuka dana investor yang 20-25% itu dikelola dimana dengan resiko seperti apa. Itulah yang terjadi pada lembaga investasi “R” dan “G” yang kemudian kabur dan meninggakan investor yang gigit jari. Dalam investasi seperti ini, kegagalan atau kesalahan yang berkenaan dengan satu aspek atau investor akan merembet ke seluruhnya. Semua akan kena getahnya, baik disengaja maupun tidak oleh pengelola dana.
Padahal ini adalah gelombang kedua dari penipuan investasi berkedok emas. Bentuk lain dari investasi abal-abal. Di situasi Indonesia sekarang, makin maraknya tawaran investasi yang sebetulnya penipuan ini diduga disebabkan beberapa hal :
- GDP per kapita Indonesia membesar, alokasi dana utk investasi individu juga membesar, namun ilmu investasinya dangkal. Tak belajar dan menambah wawasan. Masih senang ikut-ikutan. Investasi yang baru masuk tak dikaji, asal serbu saja.
- Regulator tak punya regulasi yang update, otoritas, lembaga keuangan & pegiat investasi tak mengedukasi, penegak hukum tak bisa apa-apa. Penipuan investasi ranahnya perdata. Tak ditindak jika tak dilaporkan. Problemnya, penegak hukum tak tahu akan menjerat dengan dasar apa, korbannya pun tak melaporkan karena biasanya malu dan merasa jadi aib
- Filter imigrasi & ijin usaha berfungsi tak semestinya. Contoh VGMC dan ECMC pelakunya dari Singapura. Kasus terakhir “G” pelakunya dari Malaysia
- Pengayom masyarakat mencontohi dengan korupsi, akhirnya masyarakat ambil shortcut dalam investasi : ingin hasil cepat & tinggi tanpa mau bersusah payah
Tidak ada komentar :
Posting Komentar